
BAKORNAS | Jakarta – Guna menekan upaya tindak pidanan Korupsi, ada beberapa langkah yang patut dijalankan semua pemangku kepentingan untuk menekan korupsi di daerah, yakni regulasi, digitalisasi, edukasi, hingga remunerasi. Korupsi di daerah disinyalir terjadi pada birokrasi pemerintahan, berlangsung kompleks, dan melibatkan begitu banyak pihak lain.
Dalam diskusi “Good Governance dan Pembelajaran Upaya Anti Korupsi” yang digelar Kompas Collaboration Forum – City Leader Community, di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (7/3/2023), sejumlah kepala daerah mengutarakan harapan agar niat kepala daerah bekerja jangan diganggu. Para kepala daerah menuturkan, kadang kala masih ada oknum penegak hukum memeriksa mereka, bahkan memeras aparatur pemerintahan, dengan dalih fasilitasi proyek.

Forum diskusi yang diselenggarakan Harian Kompas dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) itu dihadiri 10 wali kota serta wakil wali kota.
Menanggapi masukan sejumlah wali kota, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang hadir sebagai narasumber utama, mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan aturan bahwa setiap proyek pemerintahan yang sedang berjalan tidak boleh diperiksa aparat penegak hukum (APH). Pemeriksaan harus melalui aparat pengawas intern pemerintah (APIP) terlebih dahulu.
Namun, dalam praktiknya, ada APH yang tetap masuk proyek dan memeras aparatur pemerintahan. Bahkan, Mahfud mendapat cerita, ada satu wali kota sudah diperiksa APH, tetapi kemudian diperiksa lagi oleh APH yang lain.
“Kita terjerat dalam situasi seperti ini. Niatnya bagus, APH ingin mendampingi agar tak terjerat kesalahan, tetapi ketika mulai mendampingi malah memeras. Inilah masalah yang harus diselesaikan,” ujar Mahfud.
Hal itu didengar Presiden Joko Widodo. Presiden lalu mengumpulkan pejabat negara hingga tingkat pemerintah daerah, termasuk kepala kepolisian resor dan kepala kejaksaan negeri , di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Januari 2023.
Meski demikian, Mahfud menekankan, keberadaan fenomena itu tak berarti kepala daerah terbebas dari korupsi birokrasi. Dalam temuan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2020, sebesar 84 persen kepala daerah dibiayai pemodal untuk maju pemilihan kepala daerah. Alhasil, saat terpilih, mereka akan memberi timbal balik, salah satunya berupa korupsi perizinan. Selain itu, Transparency International Indonesia menemukan, jenis korupsi yang paling banyak terjadi di birokrasi, yakni jual-beli jabatan.
Mahfud mengungkapkan, selain di sektor birokrasi, korupsi terjadi di tiga sektor lain. Pertama, korupsi di politik, yakni ketika banyak politisi merangkap sebagai calo proyek. Kedua, korupsi di peradilan berupa jual-beli perkara. Ketiga, korupsi di legislatif, yakni praktik lobi untuk memuluskan atau menghilangkan pasal tertentu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Wali Kota Bogor yang juga Ketua Apeksi Bima Arya menyatakan, sumber korupsi tak hanya kolusi antara pengusaha dan aparatur sipil negara (ASN) apalagi eksekutif, tetapi kebiasaan serta praktik-praktik yang melibatkan banyak oknum. Kepala daerah, lanjut Bima, sebenarnya mendapat angin baru ketika Presiden Jokowi tegas menyampaikan APH tak boleh main proyek. Namun, pertanyaan selanjutnya, seberapa jauh instruksi itu dipatuhi sampai tingkat bawah.
Ia mengungkapkan setidaknya ada tiga jenis korupsi. Pertama, administratif. Artinya, niatan korupsi sebenarnya tidak ada tetapi jatuh pada lubang korupsi akibat banyak wilayah abu-abu. Kedua, korupsi politis . Ketiga, ekonomis.
Menurut Bima ada empat hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan korupsi di birokrasi. Pertama, regulasi harus diturunkan ke dalam surat edaran agar menjadi panduan mulai dari Jaksa Agung sampai kepala-kepala seksi di kejaksaan negeri, begitu pula mulai dari Kapolri hingga ke polres.
Kedua digitalisasi. Menurut dia, katalog elektronik sangat membantu, tetapi persoalannya, bagaimana mengintegrasikannya dengan nilai-nilai integritas dari seluruh pihak. Ketiga, pembinaan sumber daya manusia yang tak hanya difokuskan kepada eksekutif, tetapi juga jaksa dan polisi.
Keempat, isu yang sangat penting tetapi sering enggan disuarakan para kepala daerah, yaitu remunerasi. Realitanya, kepala daerah mendapat sumber gaji yang halal dari tiga komponen, yakni gaji pokok yang tidak lebih dari Rp 7 juta per bulan; honor-honor surat pertanggungjawaban jalan dan lain-lain; serta insentif pajak.
Jika empat hal itu dijalankan, Wali Kota Gorontalo Marten Taha meyakini celah korupsi dapat ditutup. Namun, hal paling utama, pemerintah pusat, Kapolri, dan Jaksa Agung, menyusun regulasi yang tegas agar tak ada lagi APH main proyek.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sepakat dengan Bima dan Marten agar dibuat aturan lebih tegas bahwa tak boleh ada pihak yang memeriksa aparatur pemerintahan jika sudah diperiksa APIP. Selain itu, celah korupsi di birokrasi bisa ditutup dengan mengoptimalkan digitalisasi, mulai dari pelayanan publik. (Bakornas)
Sumber : Kompas.Id
Bagikan

